Minggu, 20 Februari 2011

Nostalgia Jakarta

Marunda Markas Balatentara Muslim
Oleh: Bagus Adimus

Ketika kami berjalan-jalan di daerah Marunda sekilas tidak ada yang istimewa dari daerah tersebut, akan tetapi jika kita menengok sejarah kebelakang ternyata daerah Marunda menyimpan segudang cerita dan sejarah yang menarik untuk digali dan di angkat sebagai tema bahasan pada minggu ini.
Terletak di ujung paling timur Ibukota, kelurahan Marunda memiliki segudang misteri. Bahkan, keberadaanya lebih tua dari kota Jakarta yang pada 22 Juni mendatang berulang tahun. Banyak peniggalan benda-benda kuno maupun kebudayaan prasejarah di temukan di Marunda, yang sebagian besar penduduknya nelayaan. Seperti gerabah-gerabah lokal dan keramik asing.
Marunda sendiri, baru masuk dalam wilayah DKI Jakarta tahun 1976. Sebelumnya, wilayah yang luasnya 763.304 hektar ini masuk kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sebagian besar warga Marunda, Betawi asli. Mereka menyebut ayah dengan (babe), ibu dengan (enyak), kake (engkong),bibi (ncing), paman (ncang). Sedangkan sebutan untuk kanak-kanak adalah ntong (laki-laki), dan enok (perempuan).
Menurut sejumlah orang tua di sini, kata Marunda berasal dari merendah. Karena sifat penduduknya yang sejak dulu hingga kini, dalam pergaulan hidup sehari-hari menunjukan kerendahan hati. Menjauhi sikap sombong, apalagi takabur yang dilarang agama. Menunjukan, kaidah-kaidah Islam selalu dipegang teguh oleh mereka. Kata merendah ini, lama kelamaan menjadi Marunda hingga sekarang.
Kampung Marunda, karena terletak di tepi pantai, dalam sejarahnya yang panjang pernah menjadi markas atau basis dari balatentara Islam, baik dari Jayakarta sendiri, Banten dan Mataram (Jawa Tengah). Ketika pada 22 Juni 1527, balatentara Islam hendak menyerang Sunda Kelapa, Falatehan dan pasukanya terlebih dahulu mendarat di Marunda. Di sini bersama dengan balatentara Jayakarta, ulama dan panglima Islam ini mengatur strategi untuk menyerang Portugis.
Di Marunda, prajurit-prajurit Islam di samping membangun markas besar, juga membangun masjid. Sampai kini, masjid yang diberi nama Al-Alam masih tetap berdiri. Para penduduk di sini banyak yang percaya bahwa masjid ini dibangun oleh Falatehan dalam sehari. Hingga kini, masjid yang terletak di tepi pantai itu tidak pernah sepi. Selalu diziarahi orang, lebih-lebih pada malam jum`at kliwon.
Seratus tahun kemudian (1628-1629), ketika ribuan prajurit Mataram dari Jawa Tengah di bawah pimpinan Tumenggung Bahurehso menyerang markas VOC di Pasar Ikan, Jakarta Kota, para prajurit Islam ini lebih dulu singgah di Marunda. Guna mengatur siasat perjuangan. Bahkan ada yang mengatakan, Masjid Al-Alam dibangun oleh para prajurit Sultan Agung. Rupanya, Marunda tidak pernah berhenti sebagai tempat persinggahan pasukan-pasukan yang hendak menyerang ke Batavia. Karena, ketika pasukan-pasukan Inggris pada tahun 1811 hendak menyerang Ibukota, terlebih dahulu mendarat di Cilincing dan Marunda guna untuk mengatur siasat.
Banyak tokoh legendaris yang kisahnya telah diangkat ke layar perak maupun layar kaca terdapat di kampung Marunda. Seperti si Pitung, yang hidup sekitar 200 tahun yang lalu. Rumah tempat jagoan Betawi ini menjarah korbanya terdapat di Marunda. Robinhood dari Betawi yang berasal dari Rawabelong (Jakarta Barat) ini sendiri tewas kena peluru kompeni, tanpa meniggalkan Fulus sepeserpun, karena, uang hasil rampasanya dibagikan untuk rakyat kecil. Masih ada segudang jagoan pembela rakyat kecil dari Marunda. Seperti si Ronda, dan si Mirah.
Di tepi pantai Marunda Kelapa, dekat dengan kelurahan Marunda, juga terdapat makam Tete Yonker. Dia bekas prajurit VOC, yang kemudian membelot dan melawan Belanda. Kapten Tete Yonker yang berasal dari Tumelehu, Ambon ini gugur pada 24 Agustus 1689, setelah bertempur melawan kompeni.
Jangan pula dilupakan, pada masa revolusi fisik, Marunda menjadi ajang perlawan rakyat melawan NICA (Belanda). Memang kawasan ini dilihat dari segi geografis merupakan medan gerilia strategis yang ditumbuhi pohon-pohon dan sungai-sungai kecil. Ditambah dengan keadaan pantainya yang penuh rawa dan empang. Sedangkan untuk kepentingan makanan mudah didapat dari Bekasi-karawang, ikan dari teluk Jakarta, obat-obatan dari Koja, Priok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar