Minggu, 20 Februari 2011

Kumpulan Cerpen Suandi

Cerpen Aufklarung

Oleh: Mohamad Suandi

Menanti Sebuah Jawaban! “Cinta”
Kring…kring…, bunyi alarm yang menunjukkan pukul 07.00 pagi, aku langsung bergegas menuju kamar mandi, setelah bersiap aku langsung meluncur menggunakan kendaraan favoritku bus Koantas Bima 510, bus yang selalu sesak dan penuh ini menjadi alternative angkutan bagi para mahasiswa karena disamping cepat juga murah tarifnya.
Tak terasa setengah jam telah berlalu, sebelum masuk ke kelas untuk menerima kuliah, masih aku sempatkan untuk membeli secangkir kopi dan beberapa makanan ringan, tiba-tiba ada yang menyapaku, hay…Sendi..! memecah kesunyian di kantin di pagi hari, ternyata itu suara mery teman satu kelasku.
Kami berdua ngobrol kesana kemari tanpa terasa secangkir kopi sudah habis kuteguk, disaat kami berdua memutuskan untuk masuk kelas, sesampainya di depan lift, aku terpana melihat seorang gadis yang amat cantik menawan, membuatku terpesona, jantungku berdegup kencang tak beraturan melihat kecantikan wanita itu, aku rasa aku telah jatuh cinta pada pandangan pertama, akan tetapi rasanya terlalu cepat mengucapkan kata-kata itu disaat aku sedang terpaku dan terpesona melihat dan memperhatikan wanita itu tiba-tiba mery berkata keras “ayo cepat naik liftnya udah kebuka tuh..!”. Di dalam lift Mery berkata “Sendi kenapa kamu kok segitunya sih melihat cewek? Mau aku kenalin gak sama dia? Kebetulan aku kenal dan lumayan akrab..”. Mendengar kata itu spontan aku langsung mengiyakan tawaran dari Mery itu.
Selepas kuliah berakhir, aku pun diajak mery untuk berkenalan dengan temanya tadi, kami bertemu dengan wanita itu di loby fakultas, mery yang anaknya riang, ramah dan supel membuka topic pembicaraan dengan berkata “hay Dilah apa kabar? Eh.. Dil ini ada temanku yang mau kenalan sama kamu, masih jomblo lagi..”. Akhirnya kami pun berkenalan, aku agak kikuk dan malu, gemetar melihat dan menatap wajahnya yang ayu dan manis, mungkin karena melihat aku gerogi pada akhirnya dia yang membuka pembicaraan “hai.. aku Dilah, nama kamu siapa?” eh..eh.. nama aku Sendi, kamu kuliah di jurusan apa?”. “Dilah kuliah di jurusan komunikasi penyiaran Islam”, kalau kamu?”. “Aku kuliah di jurusan Pengembangan Masyarakat Islam”. Tak terasa kami ngobrol lama sekali tapi seakan-akan waktunya terhenti dan sebentar, mungkin karena ngobrol dengan orang yang di sayangi kali ya…??
Kemudian, kami berpisah karena sudah sore, Dilah dan Mery langsung meninggalkanku setelah berpamitan denganku, aku pun segera menuju halte depan kampus dengan perasaan yang berbunga-bunga, tak berapa lama bus Koantas Bima 510 pun datang, aku pun langsung naik dan mencari tempat duduk dideretan belakang, aku pun duduk dengan seorang bapak-bapak berperawakan sangar dia menggunakan pakaian TNI lengkap dengan atribut dan baretnya plus kumisnya yang tebal membuatku merinding sejenak, untuk menghilangkan rasa takutku kuputar lagu lewat mp3 handphone, aku memilih lagu yang berjudul “Feeling” indah sekali lagu itu mendayu-dayu yang menceritakan tentang cinta , sambil kuingat-ingat wajah Dilah saat ku bertemu denganya tadi.
Feeling nothing more than feeling
Trying to forget my feeling is of love
Akan tetapi aku tidak berharap cintaku seperti lagu tersebut yang harus melupakan segalanya tentang cinta pada masa lalunya.
Sesampainya dirumah, aku mandi dan bersih-bersih, setelah itu kubaringkan tubuhku diatas kasur, tak ada yang terbayang kecuali Dilah, wajahnya menari-nari diatas mukaku, sampai saat aku tertidur aku pun memimpikan dirinya, sesaat terjaga kunyalakan radio dan kudengar music indah lagunya, lagu dari band PADI judulnya “Menanti Sebuah Jawaban”, kemudian aku ambil handphoneku karena rindu yang sudah tak tertahankan lagi, aku sms Dilah “hai Dil lagi apa?”. Tak berapa lama Dilah membalas smsku. “Dilah lagi makan, mau?”. aku jawab “mau dong…”. Sms pun berlanjut sampai larut malam, hingga kami terlelap dalam tidur kami.
Tidak terasa sudah tiga bulan berlalu dari perkenalan kami dan saling ber-smsan, akhirnya aku memutuskan untuk menyatakan perasaanku kepada Dilah, ku ambil handphone dan kuketik kata “Dila ada waktu gak? Kita hang out yuk..”. kemana (jawab Dila), “pantai Ancol yuk..”. Dilah menjawab ok. Akhirnya kami pergi ke pantai Ancol menggunakan Bus way, sesampainya kami disana, kami langsung berjalan-jalan, duduk-duduk dan main air laut, akhirnya disatu moment pada pukul 19.30 aku mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan perasaanku selama ini terhadap Dilah.
Dibawah pohon kelapa aku bicara pada Dilah, “Dil, Sendi mau ngomong serius sama Dilah..”. “kan dari tadi kita udah ngobrol banyak”, jawab Dilah sambil memperlihatkan wajah yang terheran-heran. “
“Dil, sebenarnya Sendi sayang sama Dilah sewaktu kita ketemu pertama dulu di lift itu..”. tak lama Dila meresponku, “Dilah tau kok kalau Sendi sayang sama Dilah, tapi… maafin Dilah ya Sendi, Dilah gak bisa balas rasa sayang dan cintanya Sendi, karena Dilah udah jadi milik orang, maaf banget ya Sendi…”
Mendengar jawaban itu hatiku serasa hancur dan tercabik-cabik, akan tetapi aku berusaha untuk tegar di hadapan Dilah. Aku berkata “ya sudahlah.., gak apa-apa kok Dil, Sendi sayang sama Dilah bukan ingin dibalas, yang penting Dilah tau kalau Sendi sayang sama Dilah”. Dilah menjawab “ya Sendi, coba kalau Dilah belum jadi milik orang, mungkin lain ceritanya ya Sendi…”.
Setelah pertemuan itu, itu adalah pertemuan terakhir bagi Sendi dan Dilah.
15 Juni 2010.



Gaya mahasiswa, mahasiswa gaya
Zulfikar adalah salah satu mahasiswa semester IV yang selalu berpenampilan trendy, bajunya keluaran luar negeri, gaya rambutnya yang selalu tidak ketinggalan model zaman sekarang, pokoknya dari penampilanya dapat terlihat bahwa doi adalah mahasiswa jetset.
Pagi itu Zul datang ke kampus menggunakan mobil Honda Jazznya yang berwarna hitam mengkilap, baru di cuci dari Car Wash dekat rumahnya di bilangan Pondok Indah. Doi keluar dari mobilnya dengan gayanya yang agak cuek dan potongan rambut mohawknya, membuat doi jadi pusat perhatian para mahasiswi terutama yang silau akan materi, alias matre..!!!
Zul menuju loby fakultas Komunikasi, tempat dimana ia kuliah. “Hai Bro…”, Fikar menyapa teman-teman tongkronganya, dan teman-temanya pun membalas sapaanya. “Wah.. gila lo kar.. mantep banget tu mobil.. dan penampilan lo oke banget”, kagum Rodi. “Ah..biasa Rod, kemarin bokap n nyokap baru pulang jalan-jalan dari Los Angeles, ya ini oleh-oleh dari mereka”, sahut Fikar.
“Rod, masuk ke kelas yuk..!”, oke deh Kar..”. tak berapa lama mereka pun masuk ke kelas, ternyata Pak.Zakaria dosen mereka yang seharusnya pagi ini mengajar, beliau berhalangan hadir, karena beliau sedang sakit. Akhirnya para mahasiswa ribut, ngobrol kesana kemari dengan suara mereka yang memekakkan telinga, tak terkecuali Fikar dan Rodi.
Rodi: “Kar…, bagaimana sih cara lo memikat cewek-cewek ampe pacar lo banyak begitu dan lo gue liat dari tiap semester ke semester nilai lo bagus-bagus, padahal yang gue tau lo itu jarang banget ngerjain tugas-tugas dari dosen dan malesnya setengah mati..?”.
Fikar: “ Ah… masalah cewek mah gampang, yang penting kantong lo tebel dan lo harus bisa bergaya, ngikutin tren gaya yang sekarang lagi model, pasti cewek pada nempel sama lo Rod..”. “kalau masalah nilai juga gampang Rod, lo kan tau kalo bokap dan nyokap gue jadi penyumbang atau donatur terbesar di universitas ini, ya.. bisa dibilang gue pake koneksi itu deh buat ngedapetin nilai-nilai yang bagus-bagus, gitu deh…”
Rodi:”Ohhh… begitu ya.., lo mah enak orang tajir, bisa manfaatin koneksi dan uang bokap-nyokap lo, lah kalo gue..???
Kemudian Rodi memutuskan untuk pulang ke kosanya yang tidak jauh dari kampus setelah ia berpisah dengan Fikar. Sesampainya di kosan, Rodi merbahkan tubuhnya di ranjang kesayanganya yang sudah kumel. Ternyata diskusi tadi pagi dengan Fikar membawa pegaruh yang besar pada Rodi, akhirnya Rodi memutuskan untuk meniru gayanya Fikar, dari mulai berpakaian yang serba mahal dan berpenampilan yang necis abis, walaupun ia harus menggunakan uang tabunganya dan kiriman bulanan orang tuanya, demi mendapatkan perhatian dari para mahasiswi di kampus. Jadilah Rodi yang tadinya berpenampilan ndeso menjadi pemuda metropolitan yang penuh gaya dan modis.
Keesokan harinya, Rodi bertemu dengan Fikar, Rodi terlihat tampil beda sehingga membuat Fikar terkejut dan kagum. “wah.. gila lo bro.., keren abisss… penampilan lo”. Rodi “ya dong Kar.., gue harus berubah kayak lo, biar gue bisa ngegaet si Nisa cewek inceran gue dari semester awal. “oh begitu.., pantesan dari kemarin lo ngomongin si Nisa mulu..”, sindir Fikar. “oke deh.. Kar, gue mau ketemu Nisa dulu, gue pengen liat gimana reaksi dia ngeliat penampilan baru gue ini..”. “oke, semoga sukses ya sob..”, sahut Fikar.
Suasana kantin yang ramai karena memang jam perkuliahan untuk pagi ini sudah berakhir para mahasiswa menunggu jam perkuliahan berikutnya di kantin sambil bersendau gurau dengan temanya, ada yang mengutak-atik laptop, ada yang sedang berdiskusi kelompok dan adapula yang bermesraan antara mahasiswa dengan mahasiswi di pojok loby.
Di taman depan kantin Rodi menemui Nisa. “hai Nis..!”, Rodi memanggil Nisa dan berdiri di depan Nisa persis. “Rodi..? waduh.. penampilan kamu gak seperti biasanya..?”, Tanya Nisa sambil terheran-heran. “ya maklumlah Nis.., aku kan baru dapet proyek besar, biasa papi dan mami baru pulang dari luar negeri, kata mereka sih dari Etiopia..”, Rodi. “oh begitu.., menurutku kamu lebih pantes dengan penampilanmu yang dulu, lebih bersahaja di mataku..”, jawab Nisa. Seminggu pun berlalu, Rodi selalu mendekati Nisa dengan penampilan barunya yang sok keren dan sok necis itu.
Suatu hari, saat Rodi merasa ini adalah waktu yang tepat untuk mengatakan perasaanya ke Nisa, ia yakin dan pede sekali bahwa cintanya pasti akan diterima oleh Nisa. Rodi memang sudah janjian sama Nisa di Café Cangkir tepat di belakang dua fakultas, yaitu Adab dan Humaniora dan fakultas Syariah dan Hukum.
“Aku cinta mati sama kamu Nis..”, suara Rodi berharap.
“Ah masa sih…”??, canda Nisa.
“Bener Nisa, sumpah deh..”, kali ini Rodi memohon.
“Rodi-Rodi, sebenarnya Nisa juga suka sama Rodi, tapi bukan Rodi yang sekarang..”
“maksudnya apa Nis..??, dahi Rodi sampai berkerut.
“maksudnya begini, aku juga sebenarnya punya perasaan juga sama kamu, selain kamu baik, kamu juga bisa terima Nisa apa adanya, kamu kan tau kalau cowok-cowok yang deketin aku Cuma pengen di traktirin doang sama aku, kalo lagi jalan mereka minta diisiin bensin motornya, padahal aku gak pernah minta macam-macam ke mereka”. “Nisa suka sama Rodi yang sederhana dan bersahaja, bukan yang sok gaul dan sok modis seperti sekarang”.
Rodi tertegun dengan omongan Nisa barusan, di dalam hati Rodi menyesal sudah merubah segala penampilanya menjadi seperti ini, akan tetapi penyesalan Rodi belum berakhir, karena uang simpanan dan uang bulanan kiriman bapak dan ibunya di kampung ludes tak tersisa, habis sia-sia untuk memperbaiki penampilanya yang ternyata di mata sang pujaanya Nisa, tak berguna.
Jakarta, 16 Juni 2010

Bang Jaelani
Seperti biasa pagi-pagi buta di lantai enam gedung fakultas Dakwah, Bang Jaelani dibantu oleh satu orang rekanya yaitu Babeh Murtado memulai pekerjaanya seperti, menyapu, mengepel dan membereskan kursi-kursi kelas yang selalu berantakan karena kurangnya kesadaran dari mahasiswa setiap selesainya jam perkuliahan.
Pagi tu terlihat Bang Jaelani dan Babeh Murtado menyapu dan mengepel dengan wajah yang senang dan riang sekali sambil bersiul.
“Pagi Bang!”, sapa Suandi.
“Pagi juga, eh kamu Suandi, tumben pagi banget udah dateng”, balas Bang Jaelani sambil mengusap dahinya yang berkeringat.
“ya Bang, hari ini saya ada jam perkuliahan, tumben juga Abang nyapu dan ngepel sambil siul-siul begitu, ada apa Bang..??”.
“Aduh, gini ni.. mahasiswa yang gak pernah liat tanggalan..!!”.
“emang kenapa dengan tanggalan Bang?”.
“Suandi-Suandi…, ini kan tanggal muda, kan tanggal muda Abang gajian, dan kalau Abang gajian, Abang bisa ngirim uang ke keluarga Abang di Bogor..”.
“oh..begitu ya Bang, jangan lupa traktiranya ya Bang”, sahut Suandi.
“Ya gampang, kamu kan sering bantu Abang nyapu di lantai enam pasti dong Abang traktir.., ngomong-ngomong kamu udah sarapan belum..?, kalau belum kebetulan Abang bawa roti isi keju, limayan buat ganjel perut..”
“ya Bang kebetulan saya belum sarapan, terimaksih Bang”, kata Suandi sambil membuka bungkusan rotinya.
Bang Jaelani dan Suandi menjadi akrab semenjak semester dua, karena Suandi selalu membantu Bang Jaelani menyapu dan mengepel di lantai enam ketika jam perkuliahan sedang kosong atau sebelum perkuliahan pagi dimulai.
Pukul 11.30, handphoneku berdering, ada sms masuk yang ternyata dari Bang Jaelani yang mengajakku untuk makan siang bareng di Café Cangkir. Sesampainya aku disana ternyata Bang Jaelani sudah menyiapkan meja makan untuk kami, aku pun segera duduk.
“Abang bener jadi traktir saya?”.
“ya bener dong Suandi, Abang kan lagi gajian dan Alhamdulillah gaji Abang bulan ini naik 10%, yang lebih bersyukurnya lagi, Abang hari ini diangkat menjadi Office Boy tetap di Fakultas Dakwah, kagak kontrak lagi, itung-itung syukuran, Abang traktir kamu deh, terserah kamu mau makan apa..”, kata Bang Jaelani seraya tersenyum senang.
“terimakasih ya Bang..”, kata suandi sambil malu-malu kucing.
“Abang juga banyak terimakasih sama kamu Suandi, mungkin ini berkat do’a kamu juga”.
Makanan yang kami pesan pun datang berupa dua nasi goreng dan dua ice cappuccino, tak banyak basa basi kami langsung menyantap makanan yang lezat itu sampai habis dan perut kami pun tersa kenyang.
Setelah makan siang selesai kami pun tidak langsung meninggalkan tempat itu, karena waktu istirahat bagi kami berdua masih lama.
“Bang..! saya mau Tanya ke Abang, kenapa Abang mau capek-capek kerja berat begitu dari pagi-pagi buta sampai sore..?”.
“Begini Suandi, ada beberapa alasan kenapa Abang melakukan pekerjaan ini.., alasan pertama manusia harus hidup dan Abang juga harus hidup, oleh karena itu Abang bekerja. Kedua, Abang bekerja seperti ini karena ibadah untuk Abang dan keluarga Abang, ya istri dan anak-anak Abang. Abang gak mau liat anak-anak Abang jadi orang bodoh kayak Abang, Abang punya harapan sama anak-anak Abang agar mereka bisa sekolah, pokoknya gak bodoh seperti Abang. Kesempatan jadi orang sukses itu pasti terbuka lebar, tidak seperti Abang yang Cuma tamatan SMP”.
“oh..begitu ya Bang, jadi itu alasanya”, salut suandi,
“Abang juga teringat firman Allah yang harus takut dengan tradisi meninggalkan generasi yang lemah di belakang kita. Itu juga alasan Abang kenapa hidup ini harus berjuang, walaupun kita dalam keadaan susah tapi kita harus menyiapkan generasi di belakang kita menjadi generasi yang terbaik”.
“wah, mulia sekali cita-cita Abang”
“Ah.. biasa saja Suandi, tidak perlu dibesar-besarkan”.
Ternyata jauh di dalam hati Bang Jaelani seorang Office Boy Fakultas Dakwah, mempunyai cita-cita yang sungguh mulia, harapan yang setinggi langit yang coba di wujudkan olehnya, yang kemungkinan tidak di miliki oleh kebanyakan orang di Dunia ini.
17 Juni 2010.

Gadis Tengah Malam
Seorang wanita berdiri terpaku di trotoar jalan Ir.H.Juanda, seakan menanti seorang arjunanya datang. Banyak laki-laki hidung belang mengajaknya untuk ikut bersamanya menemani malam yang dingin ini atau hanya sekedar senang-senang belaka, tetapi kujawab mala mini aku tidak terima tamu!,
Walaupun begitu aku tetap berdiri di trotoar untuk menanti seorang pria yang datang kepadaku dengan membawa cinta yang tulus dan sejati, yang tidak melihatku hanya sebagai seorang pekerja seks komersial dan pemuas birahi saja. Tetapi aku lupa bahwa kata-kata cinta sudah lama pergi bahkan mati di dalam hatiku.
Haruskah aku mengharapkan cinta yang tulus setelah noda tersemat dalam diriku, setelah puluhan lelaki tidur bersamaku, aku merasa kata cinta itu tidak pantas dan tidak layak aku goreskan di relung hatiku yang terdalam, karena aku merasa tidak layak untuk mengharapkanya apalagi mendapatkanya.
Suara klakson mobil memecah lamunanku. Kaca mobil pelan-pelan terbuka, terlihat seorang laki-laki paruh baya sambil tersenyum berkata padaku, “mau ikut dengan om?”, mmm…berapa tarifnya?”, “ngomong-ngomong siapa nama kamu neng?”. Dari omonganya aku pun tahu kalau laki-laki paruh baya itu ingin mengajakku untuk kencan, namun bukan sebagai kekasih akan tetapi sebagai pemuas nafsu birahinya. Dari pertanyaan beruntun tadi, aku menjawabnya dengan singkat, “nama saya Ina, tarif tiga ratus ribu bisa nego, berminat?”. Tak butuh waktu lama laki-laki paruh baya itu langsung mengiyakan, maka aku pun segera masuk ke mobilnya. Di dalam mobil laki-laki paruh baya itu memperkenalkan diri, “nama om.. Yadi, panggil saja om Yadi, oke?”. Aku pun hanya mengangguk saja.
Kami pun sampai di hotel di bilangan permata hijau kami pun segera check in, laki-laki paruh baya itu meminta kamar vip yang tentunya mahal agar aman dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkanya. Sesampainya di kamar, tanpa ragu lagi lelaki paruh baya itu melucuti bajuku dan celana jeansku, kemudian dia mencium pipiku dan bibirku serta meremas-remas payudaraku, dalam hatiku berkata bukan cinta seperti ini yang aku inginkan, cinta yang hanya sesaat, aku sudah muak dengan para lelaki yang hanya menganggap aku sebagai pemuas nafsu bejatnya saja. Yang aku inginkan sebenarnya adalah belaian mesra seorang pria sejati penuh dengan kesetiaan, kemudian dekapan hangat yang penuh cinta, tetapi itu hanya sebuah harapan dan hanya sebatas hayalanku saja.
Setelah melampiaskan hawa nafsunya, aku menendang laki-laki paruh baya itu dan aku berkata, “pergi kau..!!, jangan kau lakukan itu lagi tanpa membawa cinta sejati dan tulus”. Seketika laki-laki itu berkata sambil marah, “tahu apa kau tentang cinta hah..?, kau hanyalah pemuas nafsu sesaat bagi para pria, mendengar kata-kata itu aku pun menangis dan tersadar bahwa siapa aku sebenarnya.
Pada malam berikutnya aku pun terus melakukan hal yang sama, yaitu menunggu pria yang datang kepadaku dengan membawa cinta sejati. Berdiri di perempatan jalan sambil menanti dengan mata sayu seperti orang yang sedang dilanda kegelisahan hati, wajahnya cemas, berharap dan selalu berharap dari waktu ke waktu.
Di sisi lain adalah Sandi seorang seniman dan pelukis yang sedang berusaha menyelesaikan tugasnya yang hampir habis deadlinenya, dia memutuskan untuk pergi sejenak untuk mencari suasana baru dan ketenangan. Tanpa disengaja Sandi melihat pemandangan yang sangat menarik hatinya, dia melihat gadis tengah malam yang sedang menunggu seorang yang datang dengan membawa cinta sejatinya dengan wajah yang penuh harapan dan keinginan yang sangat kuat, dari matanya terpancar kegelisahan yang sangat mendalam.
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan ini, Sandi langsung mengambil kuas dan kanvasnya, kemudia Sandi melukis gadis itu dengan penuh semangat dan keseriusan sehingga selesailah lukisan tersebut.
Waktu menyelesaikan tugas pun tiba, pameran sudah harus diadakan, Sandi mengundang banyak orang untuk datang di galerinya melihat semua karya-karya yang sudah dibuatnya, semua karya-karyanya dipajang dan diperlihatkan kepada seluruh pengunjung termasuk lukisanya yang berjudul “Gadis Tengah Malam”, banyak orang yang memperhatikan dan menginginkan lukisan ini, sehingga ada pengunjung yang menawar lukisan ini hingga ratusan juta rupiah, bahkan ada yang pejabat yang menawarkan hingga miliaran rupiah, akan tetapi lukisan tersebut sudah Sandi banderol dengan label “TIDAK UNTUK DIJUAL”.
19 Juni 2010.
Gadis Miisterius
Pagi itu aku mendapat SK dari kantorku untuk ditugaskan di daerah ciputat, dekat dan bersebelahan dengan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. mau tak mau aku pun survey dan melihat-lihat tempat kerjaku yang baru, sekalian mencari tempat kos-kosan untuk sementara, setelah beberapa lama aku mencari tempat kos-kosan itu akhirnya aku pun menemukan kos-kosan yang aku rasa cocok denganku, bukan hanya cocok namun harganya yang lumayan murah dan terjangkau, akan tetapi juga cocok dengan suasananya yang berdekatan dengan situkuru atau lebih dikenal oleh mahasiswa kampus dengan nama kali pesanggrahan.
Ternyata daerah ciputat ini termasuk daerah yang ramai dan sesak dengan bisnis kos-kosan, terlihat banyak sekali kos-kosan di daerah ini, mungkin sebagai alternative bagi para mahasiswa yang berasal dari daerah jauh, akan tetapi aku mendapat berbagai informasi dari para pemilik kos, bukan hanya para mahasiswa yang ngekos di sekitar kampus ini akan tetapi banyak juga para karyawan sepertiku, para siswa sekolah menengah, bahkan para lonte penjajak diri di sepanjang jalan Ir.H.Juanda.
Beberapa minggu berlalu aku pun sudah mulai bekerja di tempat baruku dan sudah mulai menempati kosan baruku, yang agak menarik, kosku yang kamarnya berhadapan langsung dengan sungai juga tidak jauh dari kamarku ada kos-kosan wanita yang menjadi pemandangan yang menarik bagiku setiap aku pulang kerja.
Hari yang melelahkan, kerjaan pun selesai dan aku langsung pulang ke kosanku seperti biasa, ketika sesampainya aku di kosan, aku langsung menghidupkan tape dan kusetel lagu klasik kesukaanku yang beraroma Jazz, yaitu lagu dari Dan Bryd yang berjudul Boulevard, aku duduk termenung di depan jendela memandangi kali psanggrahan dan kosan wanita yang ada di depanku, terlebih ada seorang wanita cantik bertubuh sintal berdiri depan jendela turut menikmati lagu yang kusetel.
“I Don’t know why..”
“you said god bye..”
“just left me now, you didn’t go..”
“forever my love..”
“please tell me why..”
“you make me cry..”
Sepertinya dia juga sangat menyukai lagu yang aku suka juga, aku pun berharap andai wanita itu mau jadi kekasihku, karena rasa-rasanya cinta padanya,ah akan tetapi itu terlalu cepat untuk mengatakan cinta kepadanya, karena kenalpun belum.
Di hari berikutnya seperti biasa aku pun pergi kerja, setelah kuselesiakan segudang pekerjaanku yang melelahkan itupun aku pun memutuskan pulang ke kosan walaupun banyak teman-temanku mengajak jalan-jalan ke mall atau ke bioskop untuk sekedar menghilangkan kejenuhan, tetapi aku tiba-tiba berubah pikiran, karena ada perasaan rindu pada gadis yang berdiri di jendela kos-kosan depan kosku.
Sesampainya dikosan aku menemukan sebuah secarik kertas yang bertuliskan “aku senang dengan lagu yang kau putar kemarin, kalau kau ingin mengetahui namaku, tengoklah ke depan jendela, aku ada di hadapanmu dan tolong kau putarkan lagu kemarin itu untukku”
Aku segera berlari menuju jendela dan menghidupkan tape dan memutar lagu Dan Bryd, tak kusangka gadis itu sudah ada di depan jendela kos-kosan, sepertinya dari matanya terpancar isyarat kegelisahan mendalam, isyarat gadis yang dilanda kesusahan dan tak mampu diungkapkan dengan kata-kata, aku pun bergegas mandi dan mengganti pakaianku lalu aku duduk kembali memandangnya gadis itu kembali, aku memutuskan untuk berkenalan dengannya dan ingin mengajaknya berjalan-jalan, sepertinya aku sudah mulai terpesona oleh kecantikannya yang begitu menawan, malam pun berlalu dengan indah didepan jendela kosan kami.
Tanpa tersadar jam waker berbunyi menandakan pukul 06.00 pagi aku pun terbangun dan berlalri tergesa menuju kamar mandi hawatir terlambat ke kantor. Setelah selesai mandi aku pun sarapan secukupnya dan langsung bergegas menuju kantor.
Waktu demi waktu pun berlalu dan sudah menunjukkan pukul 16.30 sore waktunya aku pulang kantor seperti biasa aku buru-buru langsung pulang ingin melihat gadis misterius itu yang sudah membuat aku jatuh cinta, sesampainya di depan pintu kosan aku menemukan secarik kertas yang kali ini bertuliskan “ketika kata tidak lagi percaya pada kalimat, apa yang akan terucap?, cinta! Tahukah kamu rasanya bagaimana mencintai orang yang ternyata tidak mencintai? Cinta itu bohong dan cinta itu selalu membawa kepada jalan kesengsaraan”. “zia fauziah”
Ternyata nama gadis misterius itu adalah zia fauziah yang selalu mendengarkan lagu-laguku dan selalu berdiri di depan jendela itu, aku pun ke tempat yang seperti biasanya menghadap ke jendela untuk melihat zia si gadis misterius sambil mendengar lagu dan bryd kesukaanku, ahirnya kuputuskan bahwa besok aku harus berkunjung ke kosnnya dan aku bertekad untuk berkenelan dengan zia karena kebetulan besok aku sedang libur kerja.
Dikeesokan harinya aku pun pergi ke kosan zia demi untuk bertemu dengannya dan untuk sekedar ngobrol-ngobrol dengannya, sesampainya di kosn itu aku mengetuk pintu kosannya, tetapi yang keluar dan membalas bukan zia wanita yang sering kulihat di jendela kosan ini, wanita itu pun menyapa “pagi mas ada apa ya?. Oh oh ya aku pun terhentak dengan suara sapaan gadis itu, “pagi juga mba!”. “ada apa ya mas?”. “oh itu saya mau ketemu zia yang tinggal di sini”. Gadis itu pun menjawab “zia? Di sini ga ada yang namanya zia mas”. “ah yang bener mba saya setiap malam selalu melihatnya di depan jendela kosan ini?”. “bener mas saya sudah hampir setahun tinggal di kosan ini tapi tidak ada yang namanya zia”. Jawaban wanita itu seakan-akan menyembunyikan sesuatu tentang zia.
Di depan pintu ketika terjadi dikusi dengan seorang wanita penghuni kosan itu, ternyata ada yang mendengarkan perbincangan kami berdua dia adalah ibu aminah, pemilik kosan ini, aku pun berniat pulang karena tujuanku tidak tercapai dan tidak ada orang yang bernama zia di kosan ini.
Ketika itu melangkah ingin pulang seorang wanita tua yang tadi mendengarkan perbincangan kami berdua memanggilku, “de de sini sini tadi kamu mencari zia ya?”. “oh ibu iya iya bu saya mencari zia”. “ayo mas sini ke rumah ibu, ibu yang punya kosan itu lho”. “oh begitu yah bu”. Karena dipersilahkan masuk maka akupun mengikuti permintaan ibu tersebut. Ibu itu bertanya, “nak, dari mana kamu tahu tentang zia sampai kamu mencari ke kosn ibu?”. “bagini bu, saya tinggal di kosan seberang dekat sini, saya sering melihat zia berdiri di depan jendela hampir setiap malam dan saya tahu namanya karena dia beberapa kali mengirimkan secarik kertas kepada saya”. sambil memberikan secarik kertas itu kepada ibu kos tersebut, secarik kertas yang bertuliskan ”ketika kaka tidak lagi percaya pada kalimat, apa yang akan ssterucap? Cinta!”, “Tahukah kamu rasanya bagaimana mencintai orang yang ternyata tidak mencintai? Cinta itu bohong dan cinta itu selalu membawa kepada jalan kesengsaraan”. “zia”
Ibu kos itu menghela nafasnya dalam-dalam, “hmm, de begini memang betul dulu ada wanita tepatnya mahasiswi yang ngekos di sini yang bernama zia itu 3 tahun yang lalu akan tetapi 3 tahun yang lalu dia mati bunuh diri dengan menggantung diri di kosan ini karena kekasihnya menikah dengan wanita pilihan orang tuanya dan ketika zia meninggal di sebelahnya ditemukan secarik kertas yang berisi sama seperti isi yang ada di kertas milik ade”. “jadi zia telah meninggal 3 tahun yang lalu, kami merahasiakan hal ini supaya anak kos di sini tidak takut dan mau ngekos di sini.
“ternyata gadis yang bernama zia itu telah meninggal 3 tahun yang lalu, lalu siapa yang sering menyapaku setiap malam di jendela dan memberikan aku secarik kertas itu?”.
27 Juni 2010

Cinta Terlarang
Namaku Lamting aku terlahir dari keluarga keturunan Cina dari kalangan Konghucu, aku duduk di sekolah menengah di daerah Jakarta. ibu dan ayahku selalu mengajarkan kepada diriku tentang konsep “Uhau”, yaitu selalu mematuhi dan mentaati orang tua supaya tidak menjadi anak yang durhaka. Ayah dan ibuku berprofesi sebagai pedagang atau agen sembako di depan rumahku.
Sebagai remaja yang tumbuh dengan normal, sesekali aku pun pernah merasakan cinta kepada lawan jenis, tapi tidak pernah sampai kepada hubungan yang serius, aku hanya menganggap seperti angin yang berlalu begitu saja.
Akan tetapi cerita cintaku menjadi lain setelah bertemu dengan Aisyah, di gadis yang cantik, baik tutur katanya, sopan dan santun dalam berpakaian dan berperilaku, sehingga membuatku tertarik padanya.
Aisyah adalah gadis pindahan dari sekolah di daerah Malang, kebetulan Aisyah duduk di sebelahku karena bangku di sebelahku tidak ada yang mengisi, perkenalan pertama aku langsung menyodorkan tangan untuk berjabat tangan, tetapi aku kaget, karena dia tidak mengulurkan tanganya, kemudia dia berkata, “maaf, kamu bukan muhrim saya”. “oh.. begitu, baiklah. Oya namaku Lamting”. Dalam hatiku berkata, ternyata wanita ini memegang teguh ajaran agamanya, yang membuat dia harus membatasi dirinya dengan para pria.
Aisyah adalah seorang wanita yang pandai berinteraksi dan mudah bergaul dengan teman-teman, terbukti dia tidak memerlukan waktu lama untuk akrab dengan teman-teman dikelas, Aisyah pun seorang wanita yang memiliki kecerdasan yang lumayan karena dia hampir menguasai semua pelajaran yang diberikan dikelas.
Mungkin karena beberapa factor itulah aku mulai tertarik denganya. Suatu saat aku sempat ngobrol denganya di depan perpustakaan sekolah, aku menawarkan diri untuk boleh duduk disisinya, dengan ramah Aisyah pun mempersilahkan aku duduk disebelahnya. Aku memulai pembicaraan tentang tugas dikelas tadi, tak lama kemudian Aisyah menjelaskan tugas itu kepadaku secara jelas dan detail, sehingga aku tambah bersimpati kepadanya. Kemudian Aisyah bertanya padaku, “mohon maaf, kamu non muslim ya?”. Aku pun menjawab, “ya Aisyah, aku beragama Konghucu, karena aku dilahirkan dari keluarga keturunan Cina, memang kenapa?”. Aisyah pun menjawab, “Gak apa-apa kok, pantas saja karena setiap pelajaran pendidikan Agama Islam kamu selalu tidak hadir”. Kemudian aku betanya, “Aisyah.., boleh gak, saya main ke rumah kamu?”. Dengan tersenyum Aisyah menjawab, “silahkan, kamu datang saja ke rumahku, pasti Abah dan Umi senang”.
Malam pun datang, aku memutuskan untuk berangkat ke rumah Aisyah, sebelum berangkat aku berpakaian rapi, memakai minyak rambut, serta parfum yang memang tidak sering aku pakai, sehingga mengundang kecurigaan dari papi dan mami. “Lamting, kamu mau kemana?, tumben kamu rapid dan wangi sekali?”. Kata Mami. Kemudian Papi menggoda, “kamu mau ke rumah Ong Tien yang di seberang ya?”. Dengan wajah yang bingung aku bertanya kepada Papi, “Ong Tien siapa Pa?”. kemudian Papi menjawab,”Ong Tien itu anaknya Koh Abun”. Sambil tersenyum aku berkata, “ah.. Papi Mami bisanya godain aku saja, aku mau ke rumah teman kelasku, yaudah.. Papi Mami aku berangkat ya...”.
Sesampainya aku di rumah Aisyah, ternyata keluarga Aisyah adalah keluarga yang taat beragama, terbukti dengan gelar haji yang di sandang Abahnya, keluarga mereka ramah, sehingga aku sering main ke rumahnya, aku pun menjadi akrab dengan keluarganya Aisyah.
Lambat laun benih-benih cinta diantara kita berdua tumbuh dan suatu saat aku menyatakan cinta kepada Aisyah, tetapi Aisyah tidak membalas, karena dia berfikir, tidak mungkin orang tuanya mengizinkan cinta terlarang ini karena kami berdua berbeda agama dan orang tuanya adalah orang yang sangat kuat memegang agama.
Aku coba terus meyakinkan Aisyah, aku berkata I’tikad baik ini kepada orang tuanya Aisyah, kemudian Aisyah menjadi sedikit percaya kepadaku dan menyerahkan semuanya kepadaku. Aisyah terlihat hampa dan kosong seakan-akan khawatir dan takut dengan kejadian yang akan terjadi dan dari matanya pula aku mengetahui kalau dia sangat mencintaiku.
Aku mengumpulkan keberanian untuk berbicara kepada Papi dan Mami tentang cinta yang sedang kurasakan ini, akan tetapi hanya kemalangan yang aku peroleh mendengar ceritaku yang seperti itu Papi dan Mami sangat murka dan menyuruhku untuk memutuskan hubunganku dengan Aisyah, akan tetapi aku terus bertahan pada prinsipku dan tidak mau melaksankan perintah kedua orang tuaku, sampai pada akhirnya kedua orang tuaku mengatakan, “Lamting..!!, berapa lama kamu sudah kami urus hingga kamu seperti sekarang..!!”, kamu pun sudah mengerti tentang “Uhau”, kalau kamu tidak menurut kepada Papi Mami, lebih baik kamu angkat kaki dari sini dan jangan pernah anggap kami sebagai Papi dan Mami lagi..!!”. mendengar ucapan dari Papi, aku ingin menangis, tapi karena aku sangat mencintai Aisyah, aku pun memutuskan untuk angkat kaki dari rumah dan pergi ke rumah Aisyah.
Dengan penuh kebingungan yang aku alami sekarang, aku mengambil keputusan untuk memberitahukan perihal cintaku ini kepada orang tua Aisyah. Malam telah menunjukkan pukul 20.00 WIB.
Sesampainya di rumah Aisyah aku langsung menemui Abahnya, ternyata sebelum aku bercerita banyak, Abah langsung mengusirku pergi karena murka mendengar cerita yang disampaikan Aisyah tentang hubunganya dengan Lamting. Abah berkata kepadaku dengan suara lantang “Pantang anak saya menikah dengan orang yang bukan muslim, lebih baik kau lupakan Aisyah, karena Aisyah punya kehidupan yang lebih baik..!!!”.
Dengan langkah berat aku meninggalkan rumah Aisyah, aku bertanya-tanya dalam hati, “Apakah Tuhan adil?”. Yang membiarkan dua insan yang saling mencintai harus berpisah hanya karena berbeda Agama, ini tidak adil.
Dalam renunganku yang semakin panjang akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke rumah Aisyah lagi dan mengganti agamaku di hadapan orang tua Aisyah, waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 WIB. Sesampainya di rumah Aisyah, aku tidak mengetuk pintu rumahnya, tapi aku menggedor-gedor gerbang pagarnya sambil berteriak, “Aisyah keluarlah…!!!”. “Asyhadu ala ila ha illa Allah wa Asyhadu anna Muhammadan Rasulul Allah…!!!”. Kalimat yang aku pernah pelajari dari Aisyah saat waktu senggang sekolah, agak asing memang karena aku tidak bisa melafalkanya dengan baik, aku terus mengatakan kalimat itu berulang-ulang, sampai akhirnya Abah dan Umi serta Aisyah keluar dari rumah, dengan membentakku Abah berkata dengan suara nyaring “hai pemuda..!!, kalau ingin melafalkan syahadat, lakukanlah dengan baik dan benar..!!,”apa maumu anak muda..?!, kenapa kau balik lagi kesini..?!”. aku menjawab, “demi Aisyah aku rela mengganti agamaku yang sudah mendarah daging, walau harus menjadi musuh orang tuaku demi Aisyah!!...ini semua demi Aisyah..!!.
Abah agak mengerenyitkan alisnya dan sepertinya agak luluh dengan kalimatku tadi, kemudian aku dipersilahkan masuk ke dalam rumah oleh orang tuanya Aisyah, kemudian terjadi diskusi antara aku dengan Abah.
“anak muda, benar kau mencintai Aisyah dan ingin masuk Agama Islam?”.
“saya sungguh-sungguh mencintai Aisyah dan ingin masuk Agama Islam”.
“baiklah kalau kau memang sungguh-sungguh mencintai Aisyah setulus hatimu, sekarang pergilah, perdalam ilmu Agama Islam dan masuklah Agama Islam secara total lalu kau datang lagi ke rumah ini tiga tahun lagi, baru kau boleh meminang Aisyah dan bisa hidup selamanya dengan Aisyah, kamu setuju dengan syarat Abah?”.
Setelah aku berfikir agak lama, aku pun menyanggupi syarat dari Abah itu, setelah berpamitan dengan Abah, Umi dan Aisyah, aku pun pergi ke daerah Rembang Jawa Tengah untuk memperdalam ilmu Agama Islam disalah satu pondok pesantren dan di pondok pesantren itulah aku menyatakan keislamanku.
28 Juni 2010.

(Cerpen 7)
Mimpi
Kumelihat ada sekelompok orang yang sedang melayat di depan rumahku, dan ku juga melihat ada seorang wanita yang sedang dikafani siapakah dia? Aku bertanya-tanya, ternyata orang yang dikafani itu adalah ela istriku, orang yang paling aku sayangi, orang yang paling aku cintai ternyata telah pergi dan meninggal dunia, hancur hatiku, badanku lemas melihat itu dan aku pun berteriak “tidaaaaaak……!”.
Ternyata setelah terjaga, rupanya aku hanya mimpi, mimpi yang amat buruk sekali yang membuat aku lemas dan berkeringat dingin, aku takut kehilangan istriku, aku takut dia meninggalkanku, aku melihat kesebelahku ternyata istriku masih tertidur nyenyak sekali, aku peluk dia erat-erat dan aku kecup pipinya, keningnya, dan bibirnya, sehingga dia terbangun, lalu aku bisikan di telinganya “aku sayang kamu, aku gak mau kehilangan kamu kau jangan pergi ya….”
Spontan ela istriku menjawab ”ihh kamu apa-apaan si?,aku kan gak mau kemana-kemana, aku Cuma lelah saja mau tidur, kenapa kamu pake kecup-kecup aku segala? Kita kan sudah maen tadi jadi aku cape mau tidur, udah ah jangan ganggu aku terus”. Aku oun menjawab “iya…ya…”
Ternyata mimpi ku semalam sangant mempengaruhi aku, akan tetapi aku tidak mau bercerita kepada ela, ada rasa kehawatiranku pada diriku juga ada rasa takut di dalam diriku.
Pagi itu aku berangkat kerja tepat pukul 06.30 pagi, akan tetapi kecupanku di kening ela serasa hampa dan sepertinya aku tidak mau meninggalkan ela walau hanya untuk bekerja, aku terus memandangi ela sampai-sampai dia menegurku, “mas…mas…!, kok malah ngelamun si? ayo cepat berangkat nanti terlambat lho”.
Di jalan menuju kantor aku selalu memikirkan hal itudan aku sedang mencoba untuk tidak terbawa larut dalam masalah ini, tidak berapa lama aku santai di kantor dan kantor pun masih dalam keadaan sepi hanya ada beberapa orang saja yang baru datang dan kegiatan kantor pun belum dimulai.
Sesampainya aku di ruangan kerjaku, aku langsung duduk dan terbayang kembali mimpi yang aku alami semalam, mimpi yang amat menakutkan dan aku pun menghela nafas panjang, tiba-tiba lamunanku buyar karena aku dikagetkan oleh teriakan adi, “hayo kamu kok ngelamun ada apa?”. “Eh kamu di, aku lagi bingung ni bigung sekali”. “emang kenapa?, Tanya adi. Adi adalah salah satu teman kerjaku dan dia terkenal bisa meramal dan menebak arti mimpi.
Ahirnya aku bercerita pada adi, di kamu bisa mengartikan arti mimpi kan?. “ya bisa sedikit memang ada apa?” “begini di, aku semalam mimpi ela istriku yang paling ku cintai dan aku sayangi dalam mimpiku semalam dia meninggal aku sedih banget did an aku gak mau kehilangan dia, menurutmu apa artinya mimpi yah?”. “oh, itu artinya kamu bakal ditinggalkan istrimu tapi bukan karena kematian, bisa jadi karena perselingkuhan. Tapi menurutku itu semua bisa dicegah apabila kamu bisa memanjakannya dan menuruti semua keinginannya”. “oh begitu ya”. Dari omongan adi aku pun tersugesti karena aku sangat mencintai ela aku pun mengikuti saran dari adi, ketika aku pulang aku memberikan karangan bunga yang lumayan mahal akan tetapi apalah artinya dari pada aku harus kehilangan ela, aku pun membelikan makana-makanan mahal dari restoran ternama, sesampainya di rumah kuberikan itu semua pada ela dan dia pun terkejut, ”wah tumben mas pake bawa bunga dan makanan mewah begini? Abis dapet bonus yam as?. “aku pun hanya mengangguk-ngangguk saja mengiyakan pembicaraan ela sambil tersenyum.” Bukan hanya itu istriku, aku juga mengambil cuti dari kantor seminggu dan aku sudah membeli dua tiket pesawat Jakarta-Bali, besok kita berngkat untuk berlibur, kdan sudah lama kita tidak liburan”. “iya mas, wah ela senang banget dengernya kita bisa jalan-jalan ke Bali lagi, makasi yah mas kamu baik sekali”. “iya itu semua untuk mu sayang, jangan tinggalkan aku ya sayang”. “heuh…“. Jawab ela.
Kami pun berangkat ke Bali, kami mengahabiskan waktu selama seminggu di Bali liburan yang fantstik kali ini kami senang sekali bahkan kami seakan-akan menjadi pengantin baru kembali.
Ketika jalan-jalan di mall, aku melihat elaseperrtinya ia senang sekali, aku bertanya ”kenapa Ela?”. “mas aku senang sekali dengan barang-barang ini”. “barang apa ela?”. “ itu lho mas tv home teater dengan seperangkat alat-alatnya dan perlengkapannya”. “kamu suka dengan barang itu?”. “iyah mas, andai saja kita bisa membeli barang-barang itu, bisa beli kulkas, microwave, dispenser dan lain-lain, wah pasti seneng ya mas”.
Liburan kami pun berlalu, ketika aku kembali bekerja, aku pun menuruti segala impian ela, semua barang-barang yang inginkan aku beli dan aku kabulkan dengan menggunkan uang kantor, sesampainya di rumah “ini semua kamu yang beli mas?”. “Ya ela itu semua untukmu, kamu senang?”. “ela seneng banget mas”. Akan tetapi semenjak mimpi itu dan aku selalu memanjakan ela dia semakin tidak terkontrol bahkan cenderung menjadi konsumtif.
Ahirnya aku bertemu kembali dnegan adi, “di aku jadi malah tambah bingung, dan aku juga jadi tidak percaya mimpiku tentang ela”. “kenapa?”. “ya aku sudah habis-habisan memenuhi segala kebutuihannya dan memanjakannya tapi belum ada tanda-tanda kalau dia akan meningglkan aku”. “oh begitu ya? Jawab adi. “aku sudah tidak percaya lagi dengan mimpi karena mimpi itu aku sudah banyak menghabiskan tabaunganku dan bahkan aku memakai uang kantor untuk membelikan semua keinginannya”. “ jadi kamu korupsi uang kantor?”. “iya untuk menyenangkan istriku, tapi aku sudah tidak percaya pada mimpi, semalam pun aku bermimpi kalau ada petugas kantor yang memeriksaku karena aku sudah menggunakan uang kantor akan tetapi sekali lagi aku sudah tidak percaya dengan mimpi”. Dodi hanya tersenyum sinis, “heeeehhhh….”.
29 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar